Kosa kata ATM sangat beken dikalangan pengusaha pemula alias start up. Lewat strategi amati, tiru, dan modifikasi, mereka berharap bisa melewati celah, memasuki pasar dengan cara mudah, murah, dan efisien. Blue Bird, taksi berwarna biru yang dikesankan aman, nyaman, terpercaya adalah salah satu contoh yang ditiru. Kosti, memakai warna biru yang sekilas mirip Blue Bird. Pemilik merek ini sadar, masyarakat tak akan mengecek apakah mereka benar-benar bagian dari Blue Bird.
Starbucks bisa dibilang memunculkan gaya hidup mengonsumsi kopi di perkotaan. Seperti membangunkan pengusaha riil lainnya, gerai kopi yang mengambil konsep Starbucks pun menjamur bak cendawan di musim hujan. Ada Coffee Bean, Coffee Toffee, Bengawan Solo, dsb. Dan semuanya diapresiasi pasar.
Dua contoh di atas adalah contoh bagaimana para debutan baru tersebut memakai strategi ATM. Mengamati, meniru, dan memodifikasi proses produksi sesuai pasar yang hendak dibidik.
Apakah seorang penulis juga sah memakai ATM ketika belajar menulis? Monggo saja. Ibarat remaja galau, ia mulanya melihat-lihat kiri kanan. Model rambut macam apa yang hendak ia tiru. Saat dewasa, ia mantap memilih gaya rambut sesuai seleranya.
Penulis baru, nyaris seperti remaja yang berada di persimpangan jalan. Bila ia punya idola penulis, maka ia bisa melihat bagaimana penulis yang idolakan tersebut mengungkapkan gagasannya. Hingga ketika dia menulis, ia terdorong menulis dengan baik. Sebaliknya penulis yang tidak pernah menggagumi tulisan orang lain, ia tidak punya standar, mana tulisan yang baik dan kurang baik.
Slamet Soeseno, penulis flora-fauna yang mampu menggambarkan tingkah laku satwa sangat hidup di tulisannya, pada awalnya meniru gaya Frizkhan, seorang penulis asal Belanda. Setelah melalui penyesuaian dan perjalanan panjang, Pak Slamet punya gaya tulisan sendiri.
Ketika MAW Brower meninggal, banyak pembaca Kompas Minggu muram. Mereka kehilangan tulisan psikologi keluarga yang popular, kocak, lugas, dan membumi. Puluhan tahun Brower menjadi pengasuh rubrik konsultasi keluarga, pembaca menikmati nasihat-nasihatnya yang jitu. Sepedas apapun tulisan Brower, mereka menerima dengan ugahari.
Kolom Sumohadi Marsis di Tabloid Bola, Lie Charlie – rubrik bahasa Indonesia di Intisari, Arswendo Atmowiloto – dengan tulisan human interest, Rhenald Kasali – kolom bisnis di berbagai media, Liek Wilardjo – penulis masalah energi dan sosial, adalah contoh penulis yang saya kagumi.
Mengamati tulisannya saya memastikan, mereka pasti berpengetahuan luas, pembaca buku yang rakus, pengamat yang detail, logis, dan penutur yang baik.
Mau seperti mereka? Barangkali kuncinya memang Amati, Tiru, dan Modifikasi.
Happy writing
Starbucks bisa dibilang memunculkan gaya hidup mengonsumsi kopi di perkotaan. Seperti membangunkan pengusaha riil lainnya, gerai kopi yang mengambil konsep Starbucks pun menjamur bak cendawan di musim hujan. Ada Coffee Bean, Coffee Toffee, Bengawan Solo, dsb. Dan semuanya diapresiasi pasar.
Dua contoh di atas adalah contoh bagaimana para debutan baru tersebut memakai strategi ATM. Mengamati, meniru, dan memodifikasi proses produksi sesuai pasar yang hendak dibidik.
Apakah seorang penulis juga sah memakai ATM ketika belajar menulis? Monggo saja. Ibarat remaja galau, ia mulanya melihat-lihat kiri kanan. Model rambut macam apa yang hendak ia tiru. Saat dewasa, ia mantap memilih gaya rambut sesuai seleranya.
Penulis baru, nyaris seperti remaja yang berada di persimpangan jalan. Bila ia punya idola penulis, maka ia bisa melihat bagaimana penulis yang idolakan tersebut mengungkapkan gagasannya. Hingga ketika dia menulis, ia terdorong menulis dengan baik. Sebaliknya penulis yang tidak pernah menggagumi tulisan orang lain, ia tidak punya standar, mana tulisan yang baik dan kurang baik.
Slamet Soeseno, penulis flora-fauna yang mampu menggambarkan tingkah laku satwa sangat hidup di tulisannya, pada awalnya meniru gaya Frizkhan, seorang penulis asal Belanda. Setelah melalui penyesuaian dan perjalanan panjang, Pak Slamet punya gaya tulisan sendiri.
Ketika MAW Brower meninggal, banyak pembaca Kompas Minggu muram. Mereka kehilangan tulisan psikologi keluarga yang popular, kocak, lugas, dan membumi. Puluhan tahun Brower menjadi pengasuh rubrik konsultasi keluarga, pembaca menikmati nasihat-nasihatnya yang jitu. Sepedas apapun tulisan Brower, mereka menerima dengan ugahari.
Kolom Sumohadi Marsis di Tabloid Bola, Lie Charlie – rubrik bahasa Indonesia di Intisari, Arswendo Atmowiloto – dengan tulisan human interest, Rhenald Kasali – kolom bisnis di berbagai media, Liek Wilardjo – penulis masalah energi dan sosial, adalah contoh penulis yang saya kagumi.
Mengamati tulisannya saya memastikan, mereka pasti berpengetahuan luas, pembaca buku yang rakus, pengamat yang detail, logis, dan penutur yang baik.
Mau seperti mereka? Barangkali kuncinya memang Amati, Tiru, dan Modifikasi.
Happy writing
source artikel:https://www.kompasiana.com/gsujayanto/54f8bd99a33311120a8b4895/amati-tiru-modifikasi
source foto:google